BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Di era modern
penguasa bahasa bagi seseorang mutlak diperlukan, dalam berkomunikasi tentunya
kita menggunakan bahasa dalam penyampaianya agar komunikasi yang dilakukan
berjalan lancar dengan baik. Penerima dan pengirim bahasa harus menguasai
bahasanya, bahasa adalah suatu system dari lambing bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia yang dipakai oleh masyarakat untuk komunikasi, kerja sama dan
identifikasi diri.
Bahasa memiliki
beberapa fungsi, diantaranya sebagai alat untuk komunikasi dengan sesama
manusia, alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia, dan alat untuk
mengidentifikasi diri. Pada dasarnya, bahasa sebagai alat komunikasi tidak
hanya secara lisan, tetapi juga menggunakan bahasa isyarat tangan atau tubuh lainya.
Sehingga dalam
penyampaian perkembanganya bahasa menjadi sumber pokok manusia dalam
beraktifitas sehari-hari untuk dapat menjalankan apa yang di inginkan, dalam
berinteraksi terhadap sesama komunikasi menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk menjalin rasa sosialisasi. Disini peran
pendidikan sangatlah dibutuhkan dalam mempercepat penguasaan bahasa yang benar
dan baik, serta mendididik bagaimana dalam berkomunikasi itu dapat dicerna.
Kebanyakan masyarakat sekarang kurang menguasai dalam berkomunikasi dan
berbahasa secara baik, terutama bahasa asing yang menjadi sorotan utama dalam
perkembangan komunikasi pada kehidupan di era global.
1.2.Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa pembahasan
diantaranya:
1. Peran bahasa Dalam kommunkasi ?
2.
Peran
bahasa Dalam kehidupan masyarakat desa ?
3.
bahasa
Dalam kommunkasi dan Dalam kehidupan msysrakat desa ?
1.3.Tujuan masalah
Dari
beberapa pokok pembahasan tersebut dapat diperoleh tujuan-tujuan sebagai
berikut:
1.
Mengetahui
Peran bahasa Dalam kommunkasi
2.
Mengetahui
Peran bahasa Dalam kehidupan msyasrakat desa
3.
bahasa
Dalam kommunkasi dan Dalam kehidupan msyasrakat desa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Peran Bahasa Dalam Kommunkasi
Kemampuan berbahasa yang baik dan
benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa
merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan
kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan
gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan
saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata
dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama.[1]
Sebagai alat komunikasi, bahasa
merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan
memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur
berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa
depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin
dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima
oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita.
Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain
membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau
khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.[2]
Pada saat kita menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang
kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar
istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh
orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih
mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan
sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan
identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita,
pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan
kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa
maupun sebagai diri sendiri. Maka dari itu kita dituntut untuk menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena bahasa Indonesia merupakan
kepribadian bangsa Indonesia.
Penggunaan bahasa dengan baik
menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus
memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita
akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama,
status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak
boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita
berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan
yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan.[3]
Sebagai alat komunikasi, bahasa
digunakan oleh anggota masyarakat untuk menjalin hubungan dengan anggota
masyarakat yang lain yang mempunyai kesamaan bahasa. Hubungan atau komunikasi
itu dapat dilakukan secara perseorangan ataupun secara kelompok. Bahasa dapat
dipergunakan sebagai sarana untuk menjalin kerja sama dengan pihak lain, baik
untuk kepentingan perseorangan, kelompok, maupun kepentingan bersama.
Bahasa sebagai alat komunikasi juga
dapat dipergunakan untuk bertukar pendapat, berdiskusi, dan membahas suatu
persoalan yang dihadapi. Bahasa pula yang memungkinkan seseorang mempelajari
sesuatu yang yang dinyatakan oleh orang lain. Dengan bahasa, kita juga dapat
mewarisi budaya dan tradisi yang diturunkan oleh para leluhur, dan kita pun
dapat mengajarkan serta mewariskan budaya dan tradisi itu kepada generasi
sesudah kita.[4]
Dalam hal ini peranan bahasa Inggris
sangat diperlukan baik dalam menguasai teknologi komunikasi maupun dalam
berinteraksi secara langsung. Sebagai sarana komunikasi global, bahasa Inggris
harus dikuasai secara aktif baik lisan maupun tulisan. Sayangnya, dewasa ini,
sebagian masyarakat masih berparadigma bahwa dengan adanya bahasa inggris maka
akan lahirlah generasi-generasi penerus bangsa yang hilang akan jati dirinya
terutama dalam aspek bahasa (sebagai salah satu elemen budaya nasional/jati
diri bangsa). Mereka berfikir, bahwa generasi-generasi muda itu akan lebih
sering menggunakan bahasa inggris (yang notabene memang berasal dari budaya
barat) sebagai bahsa kebanggaan mereka, sedangkan bahsa indonesia sendiri yang
memang sudah menjadi bahasa nasional kita justru akan terbengkalaikan.
Selain daripada itu, bahasa inggris
telah menjadi satu kata kunci yang sanggup menggenggam segala aspek, baik itu
bisnis, politik, sosial, maupun budaya. Dahulu, mungkin bahasa inggris masih
menjadi hal yang sedikit tabu untuk dipelajari dan dipahami lebih dalam lagi.
Namun, saat ini justru sebaliknya, bahasa inggris yang merupakan alat
komunikasi dalam era globalisasi menjadi kunci utama keberhasilan seseorang
dalam mencapai karier bermasa depan cerah. Mengingat, komuniksai khususnya
dalam bahasa (bahasa internasional) menjadi jembatan berbagai kegiatan. Dengan
kata lain, kemampuan dalam berbahasa inggris dapat pula dijadikan sebagai
investasi. Ya, investasi ilmu. Jenis investasi yang tidak pernah rugi tetapi
untung terus. Tentunya ketika kita memakainya kita akan untung dan apabila kita
mengamalkannya kepada orang lain maka keuntungan yang kita dapat justru
berlipat. Hasil yang didapat dari sebuah investasi, biasanya relatif berjangka
panjang sebab yang namanya investasi itu memerlukan proses. Ibarat orang
menanam, harus sabar untuk memetik hasilnya. Demikin pula dalam belajar bahasa
inggris, sabar tapi pasti. Adapun keuntungan dari investasi tersebut adalah:
dalam pasar global (AFTA) nanti kita tidak akan kalah saing dan dapat terus
bertahan dengan kemampuan yang telah kita miliki ditunjang dengan kemampuan
dalam berbahsa inggris.
Disamping itu, tentunya kita tahu,
hampir semua alat teknologi menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, jika kita
mau bekerja di perusahaan multinasional atau perusahaan asing otomatis,
kemampuan bahasa inggris kitalah yang sangat dipertanyakan dan menjadi
persyaratan utama yang paling penting. Berdasarkan alasan-alasan di atas,
tidaklah mustahil perkembangan teknologi yang semakin pesat menuntut kita untuk
lebih proaktif dalam menanggapi arus informasi global sebagai aset dalam
memenuhi kebutuhan pasar.
Sebagai bahasa pergaulan dunia
bahasa Inggris bukan hanya sebagai kebutuhan akademis karena penguasaannya
hanya terbatas pada aspek pengetahuan bahasa melainkan sebagai media komunikasi
global.Untuk menguasai bahasa Inggris dengan baik mestinya proses belajar
mengajar menekankan aspek latihan ( Trial and Error ) sehinga siswa akan
terlibat secara aktif dalam menyampaikan pendapat / gagasan secara bebas sesuai
dengan kondisi nyata. Hal tersebut sangat dianjurkan sebab pengetahuan bahasa
inggris untuk perkembangan seorang individu di negara Indonesia menjadi suatu
hal yang tidak terelakan. Suka tidak suka, subyek yang satu ini menjadi hal
yang perlu dipelajari oleh setiap orang Indonesia. Biarpun Anda tidak yakin
akan mendapat kesempatan untuk ke keluar negeri, pengetahuan ini tetap
diperlukan juga. Minimal, Anda tidak perlu terbengong-bengong ketika menonton
siaran berita CNN lantaran tidak ada terjemahan di bagian bawah layar televisi
atau bingung saat membaca buku manual penggunaan alat elektronik yang hanya
tercetak dalam bahasa Inggris, terlebih lagi anda tidak perlu merasa resah
dalam detik-detik menjelang AFTA (pasar global) 2015 nanti.[5]
2.2.
Peran Bahasa Dalam Kehidupan Masyasrakat Desa
Seperti yang telah
umum diketahui, di Indonesia paling tidak terdapat tiga jenis bahasa yang
sama-sama digunakan oleh masyarakat meskipun situasi pemakaian dan jumlah
penuturnya berbeda-beda. Ketiga jenis bahasa itu adalah bahasa daerah, bahasa
nasional, dan bahasa asing.
Bahasa daerah,
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merupakan bahasa ibu atau bahasa yang
pertama kali dikuasai sejak seorang mulai mengenal bahasa atau mulai dapat
berbicara. Sementara itu, bahasa Indonesia umumnya merupakan bahasa kedua, yang
rata-rata diperoleh melalui jalur pendidikan formal. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa para pemakai bahasa Indonesia lazimnya lahir dan dibesarkan bukan dalam
lingkungan keluarga yang menggunakan
bahasa Indonesia sehari-hari, melainkan dalam lingkungan keluarga yang
menggunakan bahasa daerah.
Secara resmi
kemeradaan bahasa daerah di Indonesia diakui oleh Negara. Hal itu sejalan dengan penjelasan pasal 36
Undang-Undang Dasar 1945,yang menegaskan bahwa bahasa-bahasa daerah yang
terdapat di indonesia terutama yang mesih digunakan sebagai sarana komunikasi
dan masih dipelihara oleh masyarakat pemakainya, seperti bahasa jawa, bahasa sunda, dan bahasa Madura, akan dihargai dan dipelihara pula oleh
Negara karena bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang
hidup.[6]
Seperti yang
telah disebutkan di atas, selain terdapat pemakaian bahasa daerah dan bahasa
nasional, di Indonesia juga terdapat pemakaian bahasa asing. Bahasa asing yang
dimaksud antara lain, adalah bahasa inggris, bahasa arab, bahasa perancis,
bahasa jerman, dan bahasa jepang.
Bahasa daerah
sesungguhnya sebagai tiang penopang kebudayaan,. Sebagai tiang penopang, peran
bahasa dan fungsinya jelas sangat amat mendasar. Jika bahasa-bahasa daerah itu
rapuh, akan runtuh pula bangunan kebudayaan yang ditopangnya. Maka dari itu
banyak dari orang berfikir bagaimana mempertahankan, melestarikan, atau menghidupkan
kembali jika sudah terlanjur mati. Adapun sebab dari kematian kreativitas
berbahasa, baik secara generative maupun inovatif, diantaranya disebutkan:
1.
Dominasi
format kekuasaan dan cultural social politik yang tidak memungkinkan
perkembangan.
2.
Fungsi
dan peran bahasa daerah yang lama dihilangkan fungsinya.
3.
Potensi-potensi
bahasa daerah yang tidak pernah dibangkitkan.[7]
Bahasa
yang dipakai dengan baik, bahasa yang dipelihara dan dikembangkan dengan baik,
akan tumbuh menjadi bahasa yang bermartabat dan berwibawa. Dalam menjadikan
bahasa demikian itu, sosok kreativitas muncul dalam bentuk yang generative maupun
inovatif.
Beranalogi
dengan hal itu adalah upaya penghentian pergeseran bahasa-bahasa daerah yang
merosot mundur itu. Atau jika mungkin malahan upaya membalikkan arah pergeseran
bahasa-bahasa daerah yang merosot itu. Jadi kata kuncinya adalah keyakinan.
Dalam sosiolinguistik, keyakinan itu disebut sikap bahasa, yang akan
berpengaruh besar terhadap kemempuan dan perilaku berbahasa (language
aptitude ). Jika masyarakat berkeyakinan bahwa bahasa-bahasa daerah yang
bergerak mundur memiliki kemanfaatan, terlebih jika diyakini bahwa
bahasa-bahasa itu berhakikat sebagai penopang kebudayaan, pastilah mereka akan
dipulihkan. Dalam sosiolinguistik, hal demikian ini dikenal dengan istilah
pembalikan pergeseran bahasa (language shifting), supaya terjadi
pemertahanan bahasa (language defence).[8] Jadi,
upaya pembalikan pergeseran dilakukan manakala masyarakat menganggap masih ada
kemanfaatan.
2.4.
Bahasa Dalam Kommunkasi dan Dalam Kehidupan Masyasrakat Desa
Masyarakat
memiliki struktur dan lapisan (layer) yang bermacam-macam, ragam struktur dan
lapisan masyarakat tergantung pada kompleksitas masyarakat itu sendiri. Semakin
kompleks suatu masyarakat, maka stuktur masyarakat itu semakin rumit pula.
Kompleksitas masyarakat juga ditentukan oleh ragam budaya dan proses-proses
yang dihasilkan. Semakin masyarakat itu kaya dengan kebudayaannya, maka semakin
rumit proses-proses sosial yang dihasilkan.
Berbagai proses
komunikasi dalam masyarakat terkait dengan stuktur dan lapisan (layer) maupun
ragam budaya dan proses social yang ada di masyarakat tersebut, serta
tergantung pula pada adanya pengaruh dan khalayaknya , baik secara individu,
kelompok ataupun masyarakat luas. Sedangkan substansi bentuk atau wujud
komunikasi ditentukan oleh (1) pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi
(komunikator dan khalayak); (2) cara yang ditempuh;(3) kepentingan atau tujuan
komunikasi; (4) ruang lingkup yang melakukannya; (5) saluran yang digunakan;
dan (6) isi pesan yang disampaikan.[9]
A.
Konsep
desa berketahanan sosial
Desa berketahanan
sosial adalah desa yang masyarakatnya mampu melindungi warganya yang rentan,
miskin,dan penyandang kesejahteraan sosial lainnya, mampu meningkatkan
partisipasi masyarakatnya dalam organisasi social lokal, mampu mengendalikan
konflik social/ tindak kekerasan social dan mampu memelihara kearifan lokal
dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya social. Keempat kemampuan
tersebut merupakan dimensi atau indikator yang tertanam di dalam desa yang
berketahanan sosial. Untuk dapat mewujudkan desa yang berketahanan sosial
tersebut komunikasi dan interaksi adalah salah satu faktor yang krusial. Fokus
interaksi sosial dalam masyarakat adalah komunikasi itu sendiri, dan komunikasi
menjadi unsur penting dalam seluruh kehidupan manusia.
Dalam buku sosiologi
pedesaan menyebutkan kerangka pemikiran (Eduard sapir) Komunikasi sebagai
proses meliputi:
a. Proses
komunikasi primer,berlaku tanpa alat, yaitu secara langsung dengan menggunakan
bahasa, gerakan yang diberi arti khusus, aba-aba dan sebagainya
b. Proses
komunikasi sekunder, berlaku dengan menggunakan alat agar dapat melipatgandakan
jumlah penerima pesan/amanat, yang berarti pula mengatasi hambatanhambatan
geografis (berupa radio,televisi dll), serta hambatan waktu (berupa
telepon,radio,buku). Dalam hal ini alat-alat itu merupakan media massa. Proses
komunikasi primer mendasari pola komunikasi tradisional atau pola komunikasi
lama dan proses komunikasi sekunder mendasari pola komunikasi baru atau pola
komunikasi modern.
B.
Jaringan
komunikasi tradisional
Suatu jaringan
komunikasi yang masih dianggap sangat penting oleh masyarakat pedesaan,ciricirinya
adalah:
a. Hubungan
social antara para pelakunya berhadapan muka.
b. Hubungan
social yang terjadi sifatnya mendalam dan berlaku kepada orang-orang yang berbeda “status”. Sebagai contoh adalah
hubungan “patron-klien” atau hubungan bapakpengikut c. Pemberi pesan/amanat
dinilai oleh si penerima pesan dari segi IDENTITASNYA dan bukan dari ISInya.
c. Karena
jaringan komunikasi tradisional sudah berakhir/sudah lama berjalan, pola
tersebut sanggup menyebarkan berita-berita antara warga desanya.
Dalam mewujudkan model desa
berketahanan sosial terdapat prinsip pemberdayaan pranata social yang dalam
kinerja prosesnya ditandai sebagai kohesi konstruksi proses pemberdayaan
terhadap tujuan mewujudkan masyarakat berketahanan social. Dalam Kepmensos RI
Nomor 12/HUK/2006 secara implicit terkandung prinsip, bahwa konstruksi proses
pemberdayaan pranata social yang koheren adalah segala upaya yang membangun
kebersamaan atau silaturahmi seluruh unsur masyarakat untuk mewujudkan
masyarakat desa yang berketahanan sosial.
2.5. Manfaat mempelajari bahasa
Salah
satu manfaat terbesar belajar bahasa adalah untuk keperluan berkomunikasi.
Kehidupan manusia tidak mungkin dilepaskan dari kegiatan berkomunikasi. Apa pun
bidang kegiatan yang akan diterjuni seseorang, pastilah dia tidak bisa
menghindar untuk tidak berkomunikasi. Apalagi di masa sekarang dan mendatang di
mana alat-alat canggih untuk berkomunikasi-komputer, ponsel, dan lain-lain-tentu
akan semakin dahsyat dan menakjubkan perkembangannya.
Salah satu
kemampuan penting berkomunikasi adalah menampakkan pikiran. Agar pikiran yang
ada di dalam benak seseorang menjadi jelas dan dapat dipahami seseorang,
pikiran perlu ditampakkan dengan bantuan kata-kata. Memang, gagasan atau ide
dapat ditampakkan tidak hanya lewat kata-kata. Gagasan dapat ditunjukkan lewat
nyanyian (lagu), gambar atau lukisan, patung, konstruksi bangunan, dan banyak
lagi yang lain. Namun, pemahaman terhadap sebuah gagasan baru akan sangat
efektif apabila gagasan tersebut dapat ditampakkan lewat kata-kata atau
dibahasakan secara tertulis.[10]
Bahasa memiliki beberapa fungsi, diantaranya
sebagai alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, alat untuk bekerja sama
dengan sesama manusia, alat untuk mengidentifikasi diri. Pada dasarnya, bahasa
sebagai alat komunikasi tidak hanya secara lisan, tetapi juga menggunakan
bahasa isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya.[11]
2.6. Dampak dari penggunaan bahasa
BAHASA Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari peranan bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa
asing. Peranan bahasa asing dalam bahasa Indonesia membuktikan adanya kontak atau
hubungan antarbahasa sehingga timbul penyerapan bahasa-bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia.
Penyerapan di sini dapat diartikan
sebagai pengambilan unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia untuk
dibakukan dan digunakan secara resmi oleh pemakai bahasa Indonesia. Fungsi
penyerapan bahasa asing sendiri adalah untuk memperkaya khazanah kosakata
bahasa Indonesia menjadi lebih beragam.
Dalam kehidupan sehari-hari kita
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dunia luar, khususnya dunia barat, baik
dari segi gaya hidup, style, sampai pada penggunaan bahasanya. Oleh
karena itu, tidak jarang ditemukan sebuah fenomena di mana seseorang cenderung
menggunakan kosakata-kosakata bahasa asing daripada bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa asing dalam
masyarakat ada dua macam. Pertama adalah bahasa asing yang telah dibakukan oleh
Pusat Bahasa, dan kedua adalah bahasa asing yang belum dibakukan.
Apabila sesorang menggunakan bahasa
asing yang telah dibakukan seperti pada kata atom, vitamin, unit dsb., tentunya
ini bukan merupakan masalah karena bahasa asing itu sudah menjadi padanan dalam
bahasa Indonesia. Akan tetapi, apabila pengguna bahasa Indonesia menggunakan
bahasa asing yang belum dibakukan, ini menjadi suatu ancaman terhadap bahasa
kita tercinta ini.
Dalam kenyataannya pengguna bahasa
Indonesia yang menggunakan bahasa asing dalam kegiatan berbahasanya disebabkan
dari beberapa faktor, antara lain gengsi, kebiasaan, pergaulan, gaya berbahasa
agar terkesan “wah”, dsb. Jelas, alasan ini merupakan dampak yang negatif dan
menjadi suatu ancaman bagi bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain ada dampak
positif dalam penggunaan bahasa asing yang belum dibakukan ini terhadap
kegiatan berbahasa secara umum.
Dampak positif itu berupa kemudahan
dalam berkomunikasi antarsesama karena timbulnya suatu keadaan di mana kosakata
bahasa asing dirasa lebih mudah dimengerti dan digunakan dalam komunikasi
dibandingkan dengan padanan dalam bahasa Indonesianya. Kenyataan yang timbul di
lapangan terkait dengan penggunaan istilah asing ini adalah sebagai berikut.
Sering kita jumpai ujaran seperti
ini: “Bu, adik ingin membeli snack yang rasa kentang itu.” Dalam ujaran
itu terdapat kata asing, yaitu kata snack, kata itu merupakan istilah
asing yang seolah-olah sudah menjadi bahasa Indonesia yang cenderung dipakai
untuk merujuk kepada “makanan ringan”, padahal secara aturan kebahasaan ada
padanan lain dalam bahasa Indonesia yang artinya semakna dengan kata snack
tersebut Kata itu adalah kudapan.
Namun, kata kudapan dalam
kenyataannya lebih asing apabila dibandingkan dengan kata snack di
telinga para pemakai bahasa Indonesia dan penggunaan kata snack dirasa
cukup efektif dalam berkomunikasi daripada menggunakan kata kudapan. Masih
banyak padanan kosakata bahasa Indonesia lainnya yang statusnya lebih asing di
telinga dibandingkan kosakata dari bahasa asing.[12]
Kesimpulannya, penggunaan kosakata
asing dalam bahasa Indonesia tidak selalu diidentikkan dengan dampak negatif
karena terselip hal positif, yakni dapat mempermudah kegiatan berkomunikasi,
khususnya dalam tuturan yang di dalamnya terdapat bahasa asing yang terasa
lebih akrab di telinga dibandingkan dengan padanan bahasa Indonesianya.
Namun, diharapkan adanya sosialisasi
terhadap padanan bahasa Indonesia secara intensif agar identitas kosakata pada
bahasa Indonesia tidak terkikis oleh kosakata dari bahasa asing sehingga
diharapkan kelak tidak lagi terdapat wacana bahwa kosakata bahasa asing lebih
akrab di telinga para pengguna bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa
Indonesia sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Komunikasi merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam kehidupan
manusia umumnya dalam menjalin sosialisasi. Berkomunikasi dengan orang lain adalah rutinitas kita
sehari- hari. Dalam berkomunikasi tentunya kita menggunakan bahasa dalam
penyampaiannya. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh
dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah,
aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata
kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima
dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa daerah sesungguhnya sebagai tiang penopang kebudayaan,.
Sebagai tiang penopang, peran bahasa dan fungsinya jelas sangat amat mendasar.
Jika bahasa-bahasa daerah itu rapuh, akan runtuh pula bangunan kebudayaan yang
ditopangnya. Maka dari itu banyak dari orang berfikir bagaimana mempertahankan,
melestarikan, atau menghidupkan kembali jika sudah terlanjur mati.
DAFTAR RUJUKAN
http://cahyolistyanto.blogspot.com/2011/04/peranan-bahasa-indonesia-dalam.html diakses pada tanggal 23/12/2011
Mustakim,
membina kemampuan berbahasa, (Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama, 1994).
http://basindoa.blogspot.com/2010/01/bahasa-inggris-sebagai-alat-komunikasi.html diakses pada tanggal 23/12/2011
Rahardi
Kunjana, Dimensi-dimensi Kebahasaan (Jakarta, PT.Gelora Aksara
Pratama, 2006)
http://www.depsos.go.id/unduh/Komunikasi_Berketahanan_Sosial.pdf diakses pada tanggal
23/12/2011
http://kubukubuku.blogspot.com/2009/02/apa-manfaat-belajar-bahasa-indonesia.html.
diakses pada tanggal 20/12/2011
http://rubrikbahasa.wordpress.com/201/12/2011/dampak-positif-negatif dalam
penggunaan kosakata asing. diakses pada
tanggal 20/12/2011
[3]http://cahyolistyanto.blogspot.com/2011/04/peranan-bahasa-indonesia-dalam.html diakses pada
tanggal 23/12/2011 jam 12:23 am
[8] Ibid,
Hlm 155
[9]
http://www.depsos.go.id/unduh/Komunikasi_Berketahanan_Sosial.pdf diakses pada tanggal 23/12/2011 pukul 12:23
[12] http://rubrikbahasa.wordpress.com/201/12/2011/dampak-positif-negatif dalam penggunaan kosakata asing. diakses pada
tanggal 20/12/2011 pukul 3:38
No comments:
Post a Comment